Perusahaan EPC (Engineering, Procurement and Construction) Nasional, seperti halnya PT Rekayasa Industri (Rekind), punya peran yang sangat strategis, terutama dalam menunjang pergerakan industri di tanah air. Perusahaan EPC Nasional diibaratkan sebagai lokomotif penggerak gerbong industri nasional, karena di dalam pengerjaan proyek, selalu melibatkan ratusan bahkan ribuan industri seperti sub kontraktor maupun vendor dan perusahaan penunjang lainnya.
Hal itu ditegaskan Yusairi, Direktur Operasi dan Teknologi/Pengembangan Rekind, saat menjadi pembicara di acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Optimalisasi Jasa Engineering, Procurement & Construction Nasional Dalam Mendukung Perkembangan Industri, Selasa (23/5/2023).
“Dengan menunjuk serta membuat aturan sesuai porsi lebih besar kepada perusahaan EPC Nasional, secara otomatis akan menggerakkan industri-industri di sektor hilir,” tambah Yusairi.
Namun demikian, lanjutnya, peran strategis perusahaan EPC Nasional ini bisa berjalan maksimal guna menunjang pembangunan nasional, asalkan ada pemberlakuan aturan dasar, khususnya mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang seragam untuk semua sektor industri.
“Peningkatan TKDN baru akan berhasil jika mendapat dukungan dari semua pihak. Tidak hanya pemilik proyek, EPC contractor dan para praktrisi industri di dalam negeri, tapi semua pihak harus diorkestrasi untuk bisa menuju pada satu titik yang sama. Tanpa itu semua, usaha yang dilakukan akan sulit untuk bisa dicapai keberhasilannya,” tandas Alumnus Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) ’89 tersebut.
Diakui Yusairi, kehadiran Rekind selaku perusahaan EPC Nasional selama 42 Tahun, tidak hanya berperan menggerakkan sektor industri, tapi juga bisa menopang pemerintah dalam menekan angka Capex (Capital Expenditure – Pengeluaran Belanja Modal) sebesar 10% – 30% di bawah harga yang ditawarkan perusahan EPC kompetitor (asing), khususnya dalam pengerjaan proyek-proyek strategis nasional.
“Ketika kami masuk ke industri minyak dan gas, serta petrokimia, harga yang kami tawarkan pada saat itu terpaut 10% hingga 30% lebih murah dibanding EPC Company asing yang selama ini mengerjakan proyek-proyek industri migas dan petrokimia di Indonesia,” ujar pria yang berpengalaman lebih dari 30 tahun di bidang manajemen proyek, terutama dalam bisnis EPC ini.
Dalam setiap pengerjaan proyek, Rekind juga mampu membukukan nilai kandungan TKDN sebesar 35% – 50%. Meskipun diakuinya, ada beberapa proyek yang TKDN-nya di atas 70% bahkan 80%, jauh melampaui komitmen di kontrak. “Namun demikian, pencapaian TKDN ini ditentukan oleh berbagai faktor, tergantung dari jenis proyek, teknologi dan maturitas teknologi serta kemampuan industri di dalam negeri,” tambah Yusairi meyakinkan.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Doddy Rahadi mengakui peran perusahaan jasa, seperti halnya perusahaan EPC dalam meningkatkan perekonomian nasional terus menguat. Bahkan, aktivitas jasa rancang bangun industri atau EPC memiliki kontribusi besar dalam program percepatan pembangunan industri.
“Sebagai salah satu jasa industri prioritas nasional, aktivitas jasa rancang bangun industri atau EPC memiliki kontribusi besar dalam program percepatan pembangunan industri. EPC pada jasa industri merupakan lokomotif sektor industri,” kata Doddy yang hadir menyampaikan keynote speech dalam kegiatan FGD tersebut.